Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu dari ibunya. Terdengar
mudah dilakukan, apalagi dengan rasa sayang dan kebahagiaan ibu yang baru
melahirkan sang bayi.
Bertepatan dengan Pekan Air Susu Ibu (ASI) Sedunia 1-7
Agustus - data pemantauan status gizi di Indonesia pada 2017 menunjukkan
cakupan pemberian ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama oleh ibu kepada
bayinya masih sangat rendah yakni 35,7%. Artinya ada sekitar 65% bayi yang
tidak mendapatkan ASI secara eksklusif selama 6 bulan pertama lahir. Angka ini
masih jauh dari target cakupan ASI eksklusif pada 2019 yang ditetapkan oleh WHO
maupun Kementerian Kesehatan yaitu 50%.
Kampanye tentang pentingnya pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan
telah dikumandangkan lama bahkan sejak 1990. Pada 2005, WHO menganjurkan
pemberian ASI tetap dilakukan sampai bayi berusia 2 tahun. Cakupan
pemberian ASI eksklusif yang cenderung fluktuatif atau mengalami kenaikan dan
penurunan mendorong banyak pihak untuk mengkaji fenomena ini.
Bukan hanya keputusan ibu
Pemberian ASI eksklusif berarti hanya menjadikan ASI sebagai
makanan bayi hingga usia 6 bulan, tanpa tambahan apapun, termasuk air minum dan
susu formula. Namun dalam keadaan mendesak, diperbolehkan memberi vitamin,
mineral, dan obat-obatan kepada bayi. Selain itu, terdapat kondisi medis tertentu,
baik pada ibu maupun bayi, yang memperbolehkan pemberian susu formula untuk
memenuhi nutrisi bayi.
Sifat ASI yang kaya nutrisi dan mencegah bayi dari gizi buruk dan
stunting telah diketahui oleh sebagian besar ibu. Terutama yang bekerja sebagai
tenaga kesehatan. Selain memiliki pengetahuan yang baik, umumnya tenaga
kesehatan memiliki sikap yang positif terhadap ASI eksklusif. Namun, penelitian
di Kota Bandar Lampung pada 2017 menunjukkan bahwa tidak semua tenaga
kesehatan, hanya 57,4%, memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya,
Pemberian ASI eksklusif tidak hanya mengandalkan pengetahuan dan
sikap positif. Ketersediaan fasilitas dan waktu untuk memberikan ASI pada bayi
menjadi hal lain yang perlu dipertimbangkan. Besarnya campur tangan keluarga dalam
perawatan bayi juga mempengaruhi ibu dalam praktik pemberian ASI eksklusif ini.
Bidan sebagai “distributor” susu formula
Menurut data riset kesehatan dasar pada 2013, sebagian besar
penolong persalinan ibu adalah bidan. Bidan sebagai tenaga kesehatan mempunyai
andil besar dalam memulai pemberian ASI eksklusif, yang disebut dengan inisiasi
menyusui dini (IMD). Di luar keadaan medis yang tidak memungkinkan, bayi harus
segera diberikan kepada ibunya untuk segera disusui.
Selama 3 hari pertama, ASI mengandung kolostrum yang mampu
meningkatkan kekebalan tubuh bayi dari penyakit infeksi. Cairan pertama
berwarna kuning yang keluar dari payudara ibu sepenuhnya mengandung kolostrum.
Bidan mempunyai kesempatan besar dalam memotivasi ibu untuk
memberi ASI ekslusif, menginformasikan pentingnya ASI sebagai satu-satunya
makanan yang cocok dicerna bayi serta tips memberikan ASI eksklusif bagi ibu
pekerja.
Faktanya, penelitian yang dilakukan di salah satu Kecamatan di
Kota Medan pada 2015 menunjukkan 41,7% bidan menawarkan susu formula secara
langsung kepada ibu pasca melahirkan.
Sebagai orang yang dipercaya, dihormati, dan memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung di masyarakat, langkah bidan menawarkan susu formula
itu mudah diterima oleh ibu yang baru melahirkan. Dalam konteks ini, bidan juga
menjadi “agen distribusi” susu formula.
Padahal, susu formula tidak sepenuhnya dapat dicerna oleh usus
bayi yang masih sensitif. Pemberian susu formula tidak menambah nutrisi pada
bayi karena kegagalan penyerapan oleh usus bayi.
Mitos air susu tak cukup
Alasan utama ibu tidak konsisten memberikan ASI adalah ketakutan
ibu akan kecukupan ASI yang bisa diproduksi. Secara biologis, selama ibu
mengonsumsi makanan bergizi, dan selama terdapat rangsangan dari mulut bayi,
maka ASI secara otomatis akan terus diproduksi. Namun ada pengaruh psikologis
ibu pada produksi ASI sehingga ibu menyusui diupayakan untuk selalu bahagia dan
dihindarkan dari emosi negatif.
Di sinilah dibutuhkan peran suami untuk mendukung istrinya
yang sedang menyusui. Suami berperan memberi dukungan secara moril dan psikis
selama ibu menyusui. Hubungan dukungan suami dengan pemberian ASI eksklusif ini
telah dibuktikan secara ilmiah oleh beberapa penelitian.
Alasan berbeda terjadi pada ibu menyusui yang bekerja. Sebagian
besar ibu menyusui berada pada usia produktif sehingga banyak ibu menyusui yang
bekerja. Waktu bekerja dan tekanan dalam pekerjaan menjadi faktor penghambat
ibu yang bekerja untuk memberikan ASI eksklusif.
Tantangan selanjutnya berasal dari kurangnya pengetahuan keluarga
tentang ASI ekslusif. Budaya pemberian makanan tambahan lebih dini biasanya
merupakan anjuran dari orang tua atau mertua. Anjuran tersebut terkadang tidak
dapat ditolak karena beberapa alasan. Pertama karena kurangnya pengetahuan ibu tentang
pencernaan bayi yang belum dapat menerima makanan tambahan sebelum usia 6
bulan. Kedua, karena rasa hormat kepada orang yang telah menjadi ibu terlebih
dahulu sehingga meski ibu memiliki pengetahuan tapi tidak mampu menolak.
Regulasi jadi macan kertas?
Pentingnya pemberian ASI ekslusif telah mencuri perhatian
pemerintah dan dituangkan dalam beberapa regulasi. Di awali dengan Keputusan
Menteri Kesehatan pada 2004 tentang pemberian ASI secara ekslusif kepada bayi
di Indonesia. Lima tahun berikutnya Undang-Undang Kesehatan secara spesifik
mengharuskan berbagai pihak untuk mendukung ibu dalam memberikan ASI baik
melalui penyediaan waktu maupun fasilitas.
Melalui Pasal 200, UU Kesehatan juga mengatur sanksi pidana
penjara setahun dan denda Rp100 juta bagi pihak-pihak - selain ibu - yang
sengaja menghalangi pemberian ASI dari ibu kepada bayinya. Namun hingga saat
ini belum ada penerapan sanksi tersebut karena, di antaranya, kurangnya
pengetahuan masyarakat terkait peraturan tersebut.
Regulasi selanjutnya, Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2012
tentang Pemberian ASI Eksklusif. Peraturan ini menguraikan secara spesifik
bahwa pemberian ASI pada bayi harus diberikan secara eksklusif.
Beberapa anjuran dalam regulasi tersebut telah dituangkan dalam
bentuk munculnya fasilitas ruang laktasi dan kelompok pendukung ASI eksklusif
di masyarakat. Saat ini, ruang laktasi dapat ditemukan di beberapa fasilitas
umum, kantor pemerintah, maupun perusahaan swasta. Hal ini memberikan privasi
bagi ibu yang ingin menyusui maupun memompa ASI di tempat bekerja.
Edukasi, edukasi, dan edukasi
Kandungan ASI yang kaya nutrisi tidak dapat digantikan oleh bahan
makanan apapun. Karena itu, perlu penyebaran informasi tentang manfaat ASI
eksklusif secara terus menerus dan berulang kepada masyarakat, tidak hanya
kepada ibu, baik melalui media massa, tokoh agama maupun masyarakat.
Sebab, sebelum pelarangan iklan susu formula untuk bayi di semua media massa
mulai Maret 2012, perusahaan susu formula melalui layar kaca telah berhasil
menanamkan pengaruh kuat seolah-olah susu formula lebih berkualitas ketimbang
ASI. Sungguh informasi yang keliru.
Internet dan media sosial seharusnya dapat dimanfaatkan secara
maksimal untuk meningkatkan pengetahuan tentang ASI. Selain penyebaran
informasi searah, media sosial juga dapat menjadi wadah bagi ibu untuk
membentuk grup ibu menyusui yang saling mendukung satu sama lain. Melalui
internet pula, ibu dapat membeli alat pompa ASI secara online tanpa perlu
keluar rumah. Alat pompa ASI akan sangat bermanfaat bagi ibu menyusui yang
bekerja atau bagi ibu yang memiliki produksi ASI cukup banyak.
Kegiatan pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK) dan pos pelayanan
terpadu (Posyandu) dapat menjadi peluang untuk meningkatkan pengetahuan tentang
ASI ekslusif dan mendukung ibu menyusui untuk memberikan ASI secara ekslusif.
Ibu sebagai tokoh penting dalam mencukupi kebutuhan gizi bayi
tidak seharusnya berjalan sendirian. Peran ibu yang sangat penting dalam
kesehatan bayi dan kesehatannya sendiri seharusnya mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Baik berupa asupan informasi, dukungan moril, maupun fasilitas.
Bukankah setiap orang lahir dari seorang ibu?
Marya Yenita Sitohang, Peneliti Bidang Keluarga dan Kesehatan
Pusat Penelitian Kependudukan, Indonesian Institute of Sciences (LIPI)
Sumber : vemale.com
0 comments